Wednesday Coffee Morning

Rabu, 27 Oktober 2010

 
Wednesday coffee morning merupakan sebuah acara yang diusung oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas (BEM FHUA). Kemeriahan acara ini yang sering dikenal dengan istilah WCM atau public speaking yang dapat dirasakan oleh seluruh civitas akademika Fakulas Hukum Universitas Andalas di cafe Rini Dekanat FHUA setiap sekali sebulan. Acara ini merupakan acara rutin BEM FHUA disetiap periodenya, yang telah diwarisi semenjak kepemimpinan Presiden Yance Arizona periode 2005/2006.
WCM merupakan sebuah wadah bagi seluruh civitas akademika terutama bagi para mahasiswa untuk dapat menyampaikan aspirasinya karena disini mahasiswa dapat bertanya, memberi kritik maupun saran serta unek-unek mereka yang berhubungan dengan permasalahan sekitar kampus kepada para petinggi fakultas yaitu Dekan, PD I, PD II, dan PD III. Acara ini selalu disuguhi dengan penyediaan minuman coffee gratis bagi seluruh peserta yang hadir disana, yang mana dalam acara WCM yang diadakan pada pagi ini tanggal 27 Oktober 2010 berlangsung dari pukul 10.30 sampai pada pukul 14.00 WIB.
Ada tiga poin pokok yang di bicarakan dalam acara WCM atau Public Speaking kali ini, yaitu pertama mengenai Kepastian Informasi pelaksanaan seminar proposal untuk mahasiswa angkatan 2007 tahun ini, yang kedua mengenai beasiswa PPA, BBM dan PPE yang mengalami penambahan, dan yang ketiga mengenai tindak lanjut Labor Komputer yang terbengkalai di lantai dua dekanat Fakultas Hukum dan pemberdayaan sekre-sekre bagi Hima dan LO yang ada di Fakultas Hukum.
Menanggapi poin-poin yang disampaikan oleh presiden BEM FHUA Romi A Caniago, Dekan Fakultas Hukum  Mengatakan bahwa pada tanggal 19 Oktober 2010 Selasa minggu lalu telah diresmikan bahwa seminar proposal akan diadakan terhitung mulai tahun akademik 2011/2012, dalam arti kata lain  bahwa bagi seluruh mahasiswa Fakultas Hukum tanpa melihat angkatan yang memasukan proposal pada bulan januari 2011 dan seterusnya harus melewati syarat mengikuti seminar proposal.  Mengenai penambahan dana pada beasiswa PPA, BBM, dan PPE pada kali ini dilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama dan kedua dana beasiswa dikeluarkan masing-masing sebesar Rp. 1.500.000, dan pada tahap ketiga ada penambahan sebesar Rp. 600.000. Terakhir mengenai Labor Komputer akan diupayakan untuk diaktifkan kembali.
Menambahkan diluar dari poin-poin yang dipertanyakan tadi, prof. Yuliandri menyampaikan bahwa mengenai Sarana pelayanan untuk mahasiswa, dosen, dan pegawai akan diadakan seoptimal mungkin. Salah satunya adalah pada bagian kemahasiswaan akan buat pintu pelayanannya agar dapat lebih tertib, pada ruangan dekanat akan ada etalase Fakultas Hukum yang berisi informasi terbaru seputar info akdemik dan lain sebagainya, dan juga direncanakan penyediaan TV monitor di dekanat yang berguna untuk mengawasi ruang kelas sehingga ada pengawasan apabila ada dosen yang tidak masuk dan semua aktifitas mahasiswa.
                Dalam acara WCM atau Public Speaking kali ini juga diberikan kesempatan kepada para peserta yang hadir untuk berbicara mengkritisi seputar permasalahan yang ada di kampus FHUA. Salah satu kritikan atau pertanyaan yang terlontar adalah mengenai permasalahn sekretariat yang selalu menjadi permasalahan bagi Hima dan LO dari tahun ketahunnya, dimana sekretariat-sekretariat yang ada di FHUA masih belum memadai bahkan ada sebagian dari Hima dan LO yang masih belum memiliki sekretariat seperti HIMA HI atau yang disebuat dengan ILSA (International Law Student Association.) dan LO Gema Justisia sendiri.
                Menjawab pertanyaan tersebut Bapak Ilhamdi taufik sebagai mantan PD II yang turut hadir dalam acara WCM kali ini menanggapi bahwa permasalahan tersebut telah dalam proses penanggulangan, dimana saat ini sedang dibangun gedung PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) FHUA disamping lapangan basket.
                Tidak hanya sampai disitu, masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mahasiswa. Salah satu yang menarik sebagai penutup acara WCM siang itu adalah pertanyaan yang dilontarkan oleh Harju mengenai pelaksanaan penyeleksian beasiswa PPA dan BBM yang tidak transparan dan mengalami kecurangan sehingga menimbulkan banyak protes dari para mahasiswa sendiri. Menanggapi hal tersebut para petinggi FHUA merespon agar untuk kedepannya mahasiswa akan ikut dilibatkan dalam proses penyeleksiaan beasiswa PPA dan BBM. (NSA)
READ MORE - Wednesday Coffee Morning

Gempa 7,2 SR di Mentawai Sumatra Barat

Senin, 25 Oktober 2010


Gempa lagi-lagi menggoyang kota padang tercinta, kemaren pada tanggal 25 Oktober 2010 gempa sebesar 7,2 SR melanda kawasan Mentawai Sumatera Barat. Lokasinya berada di 78 Km Baratdaya Mentawai.

Gempa dahsyat ini terjadi sekitar pukul 21.40 WIB, yang dalam waktu singkat berhasil menyulap jalan-jalan menuju kawasan daerah Limau Manih, kampus Universitas Andalas dan kawasan Indarung ramai dengan kerumunan masa yang hendak menuju daerah ketinggian, karena masyarakat medapatkan info dari BMKG bahwa gempa ini bisa menimbulkan gelombang tsunami, namun info tersebut kembali dicabut oleh BMKG berselang beberapa waktu kemudian.

Akan tetapi, seorang warga Australia melaporkan peristiwa tsunami setinggi tiga meter yang terjadi setelah gempa Mentawai. Adalah Rick Hallet yang mengaku kepada Nine Network bahwa ia berada di kapal carteran yang mereka sewa untuk surfing -- saat dinding air berwarna putih menggulung mereka di perairan Pulau Mentawai, sekitar pukul 22.00 WIB.

BMKG juga menginfokan bahwa gempa susulan masih akan terus terjadi di wilayah Mentawai, Sumatera Barat. Rata-rata gempa tersebut berkekuatan sekitar 5 SR. Berdasarkan informasi dari BMKG, pukul 03.22 WIB, Selasa (26/10/2010), gempa berkekuatan 5,1 SR kembali terjadi di Mentawai. Lokasinya terletak di 118 Km sebelah barat daya Mentawai. Beberapa waktu sebelumnya, sekitar pukul 02.57, gempa juga kembali menerjang kawasan ini dengan kekuatan 5,0 SR. Dengan pusat gempa di kedalaman 22 Km dan lokasinya di 18 Km sebelah barat daya Mentawai. (berbagai sumber)
READ MORE - Gempa 7,2 SR di Mentawai Sumatra Barat

Peranan Penting Arsip Dalam Menggapai Kejayaan Satu Abad Indonesia Merdeka


 oleh: Eko Kurniawan
Bangsa yang besar, bangsa yang meghargai jasa pahlawannya. Kenapa demikian? Karena sudah 65 tahun Indonesia merdeka, jasa pahlawan khususnya keluarganya sudah jadi perhatian pemerintah. Setidaknya jasanya dihargai negara. Bagi penulis, pahlawan arsip bangsa ada di semua manusia berstatus warga negara Indonesia (WNI). Kaum miskin bisa juga disebut pahlawan arsip. Kaum kaya juga disebut pahlawan arsip. Alasannya, pertama manusia  sebagai subyek  hukum, jelas akan selalu berhubungan dengan namanya dokumen, menyimpan hal benda bernilai budaya dan sejarah. Justru itulah pemikiran mendasar arsip harus kembali jadi kebanggaan dan kejayaan bangsa. Kedua, arsip akan selalu dipakai selama roda kehidupan berlangsung. Album kehidupan bangsa adalah bingkai yang akan jadi bahan kearsipan.
Bangsa kita, tentu tak akan pernah lupa akan peristiwa 17 Agustus 1945, 65 tahun silam. Banyak saksi hidup bisa kita tanya bagaimana peranannya ketika merebut kemerdekaan. Sungguh, perjuangan merebut kemerdekaan tak akan lepas dari rentetan berbagai kejadian heroik. Mulai dari perjanjian, diplomasi, penangkapan para pemimpin, dan berbagai rintangan dengan perang fisik. Potret masa lampau penuh bernilai sejarah, sekarang tinggal sebuah rekaman, kenangan lewat kertas, foto dan film. Anak cucu kita hanya bisa melihat kehebatan pahlawan bangsa lewat buku sejarah. Kadang guru sejarah hanya teori catat buku sampai habis. Sungguh, pelajaran membosankan, tanpa metode lebih cerdas dicerna siswa bangku SD, SLTP Maupun SLTA.
Di museum, siswa bisa lebih leluasa mencari indentitas bangsa sebagai tali penghubung sejarah masa lalu. Kadang, keasyikan melihat benda-benda penuh keunikan, siswa telah berijiminasi membawa ingatan ke zaman kerajaan, proklamasi, orde lama, orde baru bahkan zaman reformasi saat kini. Nostalgia masa lampau, perlu menjadi renungan demi menapaki tantangan ke depan penuh persaingan merebut pasar ekonomi. Lagi-lagi tantangan bangsa ini, nilai sejarah itu harus dilakukan dengan sistem ‘’ jual-beli’’.
Maksudnya adalah ketika bangsa Belanda menjajah bangsa kita, tentu segala bentuk warisan, peninggalan nenek moyang dibawa ke negeri asalnya. Ini fakta menjawab. Saat ini aneka jenis bentuk peninggalan baik berbentuk benda,surat, arsip-arsip, buku-buku, apalagi tergolong benda cagar budaya (BCB) tersimpan rapi di beberapa lokasi di perguruan tinggi di negeri ‘’Kincir Angin’’. Sungguh, kita hanya bisa membaca sejarah bangsa sendiri dari para sejarahwan dan peneliti berkebangsaan Belanda.
Apa yang terjadi hari ini, kita harus menyesal sambil bermain drama air mata buaya dihadapan bangsa yang sudah 350 tahun menjajah bumi pertiwi hanya untuk mengambil dokumen sejarah. Begitu susahnya kita merebut kemerdekaan hakiki, tapi saat ini dijajah lagi lewat arsip. Orang Belanda kadang ogah memberikan literatur sejarah bangsa Indonesia apalagi untuk ilmu pengetahuan. Landasan mereka cukup sederhana, dengan menguasai segenap dokumen sejarah Indonesia, maka dapat kembali menjajah untuk kedua kalinya. Penulis berkeyakinan demikian, karena gaya penjajah zaman sekarang bukan lagi soal perebutan wilayah, namun berimbas dengan pendidikan.  T ermasuk ingin menguasai segala dokumen, arsip, film-film, surat-surat berharga, BCB, dan segala hal berkaitan dengan sejarah bangsa Indonesia. Hanya saja kita antara sadar atau tidak sadar, tak mau tahu dengan urusan sejarah bangsa sendiri dicaplok oleh bangsa yang pernah menjajah kita.
Menunggu kejayaan arsip bangsa
Memang aturan tentang arsip sudah ada, tapi penting tak pentingnya belum kebutuhan pokok rakyat Indonesia secara umum. Hanya dikalangan tertentu, pentingnya arsip jadi hal pokok dipenuhi. Kampanye arsip dengan sasaran masyarakat desa dan kota memiliki keunikan tersendiri. Unik ketika ada masyarakat sukarela menyerahkan arsip berkaitan sejarah bangsa kepada pihak Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Kuncinya adalah kesadaran. Kalau masyarakat menganggap arsip barang penting, tentu mereka harus rela menyerahkan kepada pemerintah secara cuma-cuma. Mulia sekali. Tak perlu ANRI susah payah membujuk iming-iming materi. Kalau terhadap bangsa lain, tentu iming-iming materi lain lagi soalnya. Tengok saja beberapa kasus, banyak orang ogah menyerahkan sebelum menerima imbalan.
Lihat cara Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah membentuk Tim Akuisisi untuk berburu arsip. Mereka  hanya sanggup memberikan imbalan Rp 300.000 bagi masyarakat yang bersedia menyerahkan arsip maupun back up dari arsip bersejarah . Termasuk bagaimana dinas ini menerima seri foto DIY pada masa pemerintahan Republik Indonesia  tahun 1949 oleh seorang warga Belanda , Inneke Bergema. (Kompas, Sabtu 6 Maret 2010).
Langkah cepat dan tepat cara Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY patut ditiru lembaga lainnya. Tanpa adanya pemberian imbalan, mustahil Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY mengelola sekitar 25.000 arsip bersejarah. Sebanyak 10.000 di antaranya sudah dialihmediakan untuk pelestarian. Sayang, sungguh penulis prihatin melihat kondisi koleksi arsip khususnya di DIY. Pengujung bisa dihitung dengan jari jumlahnya yang mengakses arsip. Di Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Padang, misalnya rata-rata pengunjung berjumlah 5-10 orang tiap hari.
Sebagian orang menilai kuantitas tak penting menentukan ukuran sukses atau tidaknya. Tapi, kalau jumlah pengunjung ke tempat ilmu pengetahuan (pustaka dan arsip) sedikit, menjadi tanda tanya. Mental dan kemauan masyarakat terhadap buku bacaan, arsip dan bahan-bahan ilmu pengetahuan bernilai nol sesuai dengan kata pepatah tong kosong nyaring bunyinya. Penyebabnya bisa kendala waktu, kemauan, sifat malas masih disimpan dan lainnya. Cita-cita untuk menggapai kejayaan bangsa satu abad merdeka lewat arsip perlu kerja keras diraih.
Meraihnya adalah dengan membentuk jenis komunitas peduli dan cinta arsip baik di tingkat pendidikan, masyarakat, birokrasi pemerintahan serta dimulai dari kader pemantau dan penyelamat arsip.Langkah-langkah itu perlu direncanakan secara matang. Mulai dari tingat pusat, propinsi, kota / kabupaten sampai level lurah / desa.Proses  ke sana tentu memiliki hambatan pendanaan, kemampuan dan teknis pelaksanaan.Perubahan birokrasi tentu landasan awal menuju hasil lebih baik.
Pemerintah telah mengeluarkan undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Kearsipan. Dalam UU Nomor 7 tahun 1971 disebutkan arsip adalah naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Lembaga-lembaga Negara dan badan –badan pemerintahan dalam bentuk corak apapun baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok: dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan. Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Badan-badan swasta dan / atau perorangan, dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan.
Dalam portal Kantor Arsip Daerah Provinsi DIY, dijelaskan bahwa beberapa alasan kenapa arsip penting, karena kondisi masyarakat menuntut bukti yang bersifat legal-formal, administrasi pemerintahan memerlukan jaringan informasi, arsip sebagai marwah dan prestasi kerja daerah, serta  layanan informasi.
Maksud dari masyarakat menuntut bukti bersifat legal adalah kepekaan masyarakat mencari suatu produk hukum. Azas legalitas di kehidupan masyarakat sudah mulai tumbuh berkembang, Wujud kesadaran bisa berupa keinginan memiliki sertifikat, akta kelahiran, kartu keluarga, KTP dan hal lain menyangkut indentitas warga negara. Kesadaran hukum masyarakat akan pentingnya surat-surat penting terus meningkat hendaknya.
Di administrasi pemerintah juga diperlukan jaringan dengan produk arsip. Arsip di kantor pemerintahan berupa SK, rahasia gaji PNS, sertifikat, memorandum  dan sebagainya,. Suatu saat pasti akan berguna tumpukan dokumen negara yang disimpan dalam gudang ketika ada pemeriksaan baik dari atasan bahkan bisa pihak berwenang seperti polisi, jaksa, hakim dan intelijen negara. Misal ada pemeriksaan keuangan, maka tumpukan arsip  tentang keuangan menjadi bukti dipertanggungjawabkan. Jika hilang buktinya, maka bisa berlanjut ke pihak berwajib. Jangan sampai terjadi di dalam urusan kearsipan, terutama di bagian hubungan kemasyarakatan.
Arsip sebagai marwah dan prestasi daerah merupakan gambaran potret segala penghargaan diterima pemerintah dalam hal tertentu. Misalnya, ada daerah memiliki prestasi di bidang lingkungan, sosial, hukum, ekonomi dan lainnya. Sertifikat dari pemrintah pusat akan jadi bukti bahwa pemimpin daerah tersebut mampu dan berhasil memimpin propinsi, kabupaten atau kota. Rasa bangga rakyatnya akan membuat pemimpin mendapat tempat di hatinya.
Era globalisasi semakin memberi peluang teknologi  jadi alat informasi mudah diakses siapa saja. Baik kalangan mahasiswa, pelajar, PNS, swasta, Ibu rumah tangga dan elemen masyarakat lainnya. Arsip zaman digital sangat mendesak dibutuhkan publik. Apalagi sudah adanya warung internet (warnet). Hitungan detik mudah diakses kapan pun dan di mana pun. Keterbukaan informasi akan member i nilai positif kemajuan pembangunan bangsa. Lewat arsip kita bisa melihat cerita sukses pemimpin negara, propinsi, kota/ kabupaten, kecamatan, lurah / desa, dusun,  dan RT, RW masa lampau.
Sanksi dan denda
Ketika masyarakat sudah tahu arti penting arsip. Maka langkah untuk lebih memberikan efek jera bagi yang tak menghargai arsip, bisa ditempuh lewat denda atau sanksi. Sanksi atau denda itu hak pemerintah daerah. Apalagi sekarang sudah zaman otonomi daerah. Kalau wilayah hukumnya propinsi, kabupaten / kota, maka peraturan daerah (perda) perlindungan arsip pantas dikedepankan isunya.
Arsip dan pergerakan mahasiswa
Dalam artikel di koran  Republika, Sabtu 16 Januari 2010, penulis artikel seorang PNS ANRI  bernama Ina Mirawati  menulis seputar peristiwa Malari. Disitu disinggung kaitannya dengan perpektif arsip. Buktinya ada laporan, tulisan, mengenai Malari masih disimpan di ANRI. Sebagai mahasiswa, tentu menarik sekali dilihat jejak rekam Malari. Mulai dari pernyataan Soeharto dan hasil wawancara dengan Mayjen Ali Moertopo .
Pernyataan Soeharto ketika upacara pengambilan sumpah ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung serta melantik menteri kehakiman dan menteri pendidikan dan kebudayaan pada 22 Januari 1974 di Istana Merdeka.Soeharto menilai, peristiwa tersebut disebabkan oleh penggunaan kebebasan yang tidak berhati-hati dalam demokrasi. Demokrasi menjadi tidak terkendali. Secara langsung atau tidak langsung demokrasi telah merangsang atau membuka peluang timbulnya kerusuhan-kerusuhan, seperti perusakan-perusakan dan pembakaran-pembakaran yang jelas merugikan rakyat. (Republika, Sabtu, 16 Januari 2010).
Kesimpulannya, bahwa diperlukan suatu bukti ontentik bahwa peristiwa Malari itu jelas fakta. Fakta yaitu dengan adanya pernyataan Soeharto dan wawancara dengan Mayjen Ali Moertopo. Pesan tersirat dapat kita ambil dengan adanya arsip peristiwa Malari. Pertama, adanya mahasiswa dalam peristiwa Malari. Apa peran mahasiswa, hasil usahanya atau tuntutan apa ketika itu. Bisa menjadi landasan pemikiran buat mahasiswa sekarang belajar  (mengambil baiknya, dan meninggalkan efek buruknya) dari masa silam, seperti Malari. Atau peristiwa lainnya berhubungan pergerakan mahasiswa di berbagai rezim orde lama, orde baru sampai reformasi. Kedua bukti bahwasanya orang dulu sudah memulai pergerakan, bersuara, unjuk rasa dan beraksi menyampaikan pendapat. Maksudnya menjadi kaledoskop buat mahasiswa mencatat peristiwa penting tak akan pernah dilupakan sepanjang zaman.
Kita masih bersyukur masih bisa membaca, melihat sejarah peristiwa Malari. Nasib tak baik justru dialami arsip Pemilu 1955. `Arsip itu telah menjadi gundukan mirip terumbu karang. Siapa melihatnya di ruang Badan Perpustakaan dan Arsip DIY ikut sedih menatapnya. Arsip Pemilu 1955 mengeras termakan zaman karena sempat terlupakan . Kita berharap jangan terulang lagi arsip pemilu bernasib sama dengan Pemilu 1955.
Mahasiswa intelek akan selalu mengisi harinya dengan hal bermanfaat. Aksi menyampaikan pendapat dengan unjuk rasa menghasilkan  pemikiran intelektual juga hendaknya. Arsip tentu akan merekam peristiwa aksi mahasiswa, dengan syarat biar sejarah akan menulisnya. Apakah unjuk rasa itu akan membawa perubahan bergantinya pemimpin atau lainnya. Arsip akan selalu mengikuti jejak peristiwa pergerakan mahasiswa. Contohnya sudah ada sinyal, dengan adanya perpektif arsip di Malari.
Jaya bangsaku, jaya arsipku. Mahasiswa belajar dari masa terdahulu. Namun, kadang sejarah berkehendak lainnya . Ada keberhasilan, kegagalan, bahkan pilu dengan jatuhnya korban. Semua tersimpan dalam laporan, tulisan, tersusun di arsip ANRI. Kita tunggu saja peristiwa penting pergerakan mahasiswa menjelang satu abad Indonesia merdeka (17Agustus 1945-17 Agustus 2045).
READ MORE - Peranan Penting Arsip Dalam Menggapai Kejayaan Satu Abad Indonesia Merdeka

Persma: Media Komunikasi Mahasiswa

Kamis, 14 Oktober 2010

       
      Pers Kampus adalah media yang diterbitkan oleh mahasiswa untuk mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Karenanya, Pers Kampus sering pula disebut “Pers Mahasiswa”.
      Di Amerika Serikat dan Eropa Barat, Pers Kampus dinamakan Student Newspapers (Suratkabar atau Koran Mahasiswa) atau Student Publications (Penerbitan Mahasiswa), bukan Campus Press karena istilah Pers Kampus sebenarnya mencakup berbagai penerbitan yang ada di lingkungan kampus, seperti majalah ilmiah yang diterbitkan pihak universitas atau fakultas, buku-buku teks, dan diktat materi perkuliahan. 
Di Indonesia, yang dimaksud Pers Kampus adalah media massa yang dikelola oleh mahasiswa di sebuah kampus perguruan tinggi, baik berupa majalah, jurnal, buletin, maupun suratkabar. Mangsa pasarnya atau target pembacanya adalah kalangan mahasiswa juga.
Untuk dapat mengelola sebuah Pers Kampus, mutlak diperlukan pemahaman tentang hakikat Pers Kampus itu sendiri yang berbeda dengan pers umum (non-kampus).
KARAKTERISTIK
Karena lahir dari mahasiswa, dikelola oleh mahasiswa, dan target utama pembacanya mahasiswa juga, maka karakteristik utama Pers Kampus adalah elitis. Tegasnya, Pers Kampus masuk kategori Elite Papers. Visi, misi, dan isinya ditujukan untuk kepentingan mahasiswa juga atau seluruh sivitas akademika, jangan diarahkan menjadi pers umum.
Pers Kampus juga harus mampu mencerminkan sosok mahasiswa sebagai agent of change dan bebas dari vested interest pihak tertentu.
Pakar jurnalistik dari Universitas Stanford, William L. Rivers, sebagaimana dikutip Assegaf (1985:104), mengemukakan karakteristik ideal sebuah Pers Kampus sebagai berikut:
1. Harus mengikuti pendekatan jurnalistik yang serius
2. Harus berisikan kejadian-kejadian yang bernilai berita bagi lembaga dan kehidupannya.
3. Harus menjadi wadah bagi penyaluran ekspresi mahasisw.
4. Haruslah mampu menjadi pers yang diperlukan oleh komunitas kampusnya.
5. Tidak boleh menjadi alat klik atau permainan yang memuaskan kelompok kecil di kampus.
6. Harus dapat memenuhi fungsinya sebagai media komunikasi.

READ MORE - Persma: Media Komunikasi Mahasiswa

PRESIDEN DAN KAMUFLASE GURITA

Selasa, 12 Oktober 2010

Oleh:
FERI AMSARI
Dosen Hukum Tata Negara dan Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako)
Fakultas Hukum Universitas Andalas

Ibarat gurita, kejahatan korupsi memiliki banyak tentakel. Menggapai kemana-mana, menyentuh tiap sisi penegakkan hukum.  

Bisa jadi George Junus Aditjondro sudah melakukan kajian falsafati ketika mengibaratkan jejaring korupsi “istana” dengan istilah gurita (2009). Secara ilmiah, gurita adalah hewan paling cerdas dikalangan invertebrata (tak bertulang belakang) yang mampu melakukan kamuflase luar biasa. Mirip dengan para koruptor yang mampu melakukan muslihat untuk menipu aparat penegakkan hukum dan publik.

Kamuflase gurita-gurita korupsi telah menguasai istana dewi keadilan. Istana itu terancam runtuh tak bersisa, membuyarkan harapan negara kesejahteraan (welfare state) yang sudah diimpikan sejak jaman koloni Belanda. Harus ada upaya perlawanan untuk mencegah semakin meluasnya tipu daya para gurita korupsi! Sejauhmanakah peran Presiden dalam menghentikan tipu daya para gurita tersebut?

KAMUFLASE

Kamuflase menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perubahan bentuk, rupa, sikap, warna, dan sebagainya menjadi lain agar tidak dikenali. Berdasarkan makna tersebut, maka kamuflase yang dilakukan oleh para koruptor dan mafia hukum dapat dimaknai sebagai sebuah upaya untuk menghilangkan jejak perkara.  

Melihat berita akhir-akhir ini, dugaan kamuflase oleh para koruptor tak bisa dipungkiri lagi. Satu demi satu mega skandal korupsi dan hukum berangsur lenyap, menuju gudang perkara-perkara terlupakan. Beberapa fakta mengenai itu dapat dilihat dari mata rantai kasus-kasus berikut ini.
Perkara suap terhadap Jaksa Urip Tri Gunawan yang melibatkan Artelita Suryani dan beberapa Jaksa Agung Muda sudah tak terdengar nasibnya. Suap terhadap Jaksa Urip itu menyebabkan tersamarnya kasus utama yaitu penyimpangan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melibatkan banyak konglomerat papan atas Indonesia.

Kasus BLBI semakin lenyap ketika dicuatkannya perkara kriminalisasi Bibit-Chandra. Terungkap dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi peran seorang Anggodo dan beberapa aparatur hukum memanipulasi perkara tersebut. Tak lama kemudian, kasus kriminalisasi yang menyeret banyak nama pejabat penting itu pun lenyap tertiup isu lainnya. Publik lupa akan Anggodo. Sempurna tergantikan dengan mencuatnya mega skandal Century.

Perkara Century “meledak” karena memunculkan diskursus panjang mengenai dampak sistemik akan stabilitas perekonomian dan mekanisme proses pemakzulan (Wakil) Presiden. Namun dengan manis, perkara itu tertutupi pula dengan kesaksian monumental seorang Susno Duadji. Berlahan tapi pasti kesaksian sang jenderal itu telah menyapu skandal Century masuk gudang perkara terlupakan.

Taktik whistle blower korupsi perpajakan oleh Susno itu membatalkan agenda politik di DPR terkait Century. Publik terhanyut dengan berita kekayaan tak masuk akal pegawai sekelas Gayus Tambunan. Gayus pun ikut menyeret banyak pihak penting ke dalam lingkaran polemik. Seketika kasus ini menjadi panas, satu per satu “kambing hitam” pengalih isu bermunculan. DPR pun ikut-ikutan lupa akan Century.

Saat ini, tiba-tiba muncul berita penangkapan Susno. Rupanya jilid baru drama Susno untuk melupakan Century kian handal “ditayangkan”. Drama tersebut jadi awan gelap yang semakin menutupi perkara yang sesungguhnya lebih patut didahulukan penyelesaiannya.
Publik hari ini berpaling, menikmati cerita penangkapan Susno yang tidak logis. Kenapa Susno baru ditangkap setelah “bicara” banyak fakta yang melecehkan institusi Polri? Padahal Polri dapat saja menangkap Susno dari awal, misalnya ketika Susno terbukti terlibat merekayasa kasus Bibit dan Chandra.

Seluruh perkara tersebut bak puzzle, memiliki keterkaitan satu dan lainnya. Jika dirangkai satu persatu dengan baik, maka gambaran sempurna manipulasi isu tak bisa dihindari. Seperti gurita yang melakukan kamuflase, maka perkara yang bermunculan silih berganti hanyalah topeng untuk menutupi perkara lainnya yang lebih dahsyat.

Jika kamuflase pelbagai perkara korupsi ini terus dimuntahkan, pemerintah telah membuka jalan besar terhadap ketidakpercayaan publik kepada negara. Presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan tak ayal lagi akan menjadi korban utama yang dipersalahkan publik dalam hal ini.

PERAN PRESIDEN

Sistem presidensial secara teori meletakan seorang Presiden sabagai pilar utama roda pemerintahan dan negara. Porsi itu memperlihatkan peran besar Presiden baik dalam penegakkan hukum maupun membenahi karut marut politik.

Sebaliknya, apabila penegakkan hukum dan politik jauh dari harapan, maka Presiden adalah sosok utama yang patut dipersalahkan. Itu sebabnya Presiden menjadi figur sentral yang dapat menghentikan kekacauan akibat mengguritanya kamuflase korupsi. Harus ada upaya para “aktivis” istana mendorong Presiden menata keterpurukan pemerintahan hari ini. Kebusukan di tubuh Polri, Departemen Keuangan (terutama Dirjen Pajak), Kejaksaan, dan Peradilan harus segera dihentikan.

Membiarkan kebusukan itu menggurita, sama saja menghantarkan negara ketitik nadir paling berbahaya. Untuk itu Presiden tidak boleh hanya sekedar berpidato. Meminjam istilah Jusuf Kalla, maka lebih cepat lebih baik.
READ MORE - PRESIDEN DAN KAMUFLASE GURITA

“FITRAH” KONSTITUSIONAL MK?

Oleh:

Feri Amsari

Dosen Hukum Tata Negara dan Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO)

Fakultas Hukum Universitas Andalas


“Membaca” Mahkamah Konstitusi (MK) seperti membaca peta yang rumit. Tujuh tahun usia pengawal konstitusi, pada 13 Agustus tahun ini, membuat MK menjadi salah satu lembaga negara yang menarik dianalisis.

Pelbagai putusan MK tidak hanya mendapat pujian tetapi juga kritikan tajam. Banyak pembenahan yang harus dilakukan oleh institusi satu-satunya penafsir konstitusi ini (the sole interpreter of constitution) ke depan. Hal itu wajib dilakukan untuk melindungi “fitrah” konstitusional MK yang diamanahkan oleh UUD 1945.

Kontroversi

Jamak dipahami bahwa MK memiliki 5 (lima) kewenangan konstitusional. Pasal 24C UUD 1945 junctis Pasal 10 UU MK “menugaskan” MK menyidangkan: (1) perselisihan hasil Pemilu (PHPU), (2) pengujian konstitusional undang-undang (PUU), (3) sengketa kewenangan lembaga Negara (SKLN), (4) pembubaran partai politik (PPP), dan (5) wajib menyidangkan dugaan DPR bahwa telah terjadi pelanggaran konstitusional oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden (impeachment). 

MK bertaburan pujian ketika menjalankan fungsinya. Putusan terkait dilegalkannya calon independen dalam pemilihan umum kepala daerah dianggap banyak pihak menjadi “jalan” pembenahan demokrasi tingkat lokal. Anehnya, putusan nomor…..tersebut berbeda dengan putusan nomor……. terkait calon independen  dalam Pemilu Presiden. Padahal substansi hak konstitusional yang ditegakkan sama, yaitu hak individual untuk memajukan dirinya dalam Pemilu. Dua tafsir hak konstitusional yang berbeda oleh MK tersebut menimbulkan dugaan bahwa putusan MK cenderung menyesuaikan dengan kepentingan politik dibandingkan kepentingan konstitusional.

Dualisme dalam memaknai nilai-nilai konstitusional membuat MK seringkali dicurigai memiliki kepentingan. Apalagi MK seringkali “nakal” mencari kesempatan mengadili perkara yang terkait dengan “dirinya sendiri”. Putusan nomor 005/PUU-IV/2006 menyebabkan MK tidak termasuk lembaga peradilan yang diawasi oleh Komisi Yudisial. Akibatnya, apabila terdapat dugaan penyimpangan oleh hakim konstitusi, maka mustahil untuk ditelusuri. Bukankah hakim MK juga manusia yang cenderung khilaf dan mesti diawasi?

Selain itu, salah satu putusan MK yang juga menjadi perdebatan namun diacungkan “jempol” adalah terkait dengan metode pemilihan legislatif di Yahukimo, Papua. Putusan ….. tersebut memberikan ruang kepada masyarakat adat di Yahukimo untuk menerapkan proses adat, dengan menggunakan tas noken, dalam memilih anggota legislatif. Namun MK melakukan hal yang jauh berseberangan ketika mengadili perkara PHPU di Kota Waringin Barat, Kalimantan…… Dalam perkara nomor…..tersebut MK malah mengabaikan suara rakyat dengan menetapkan kepala daerah terpilih. Putusan tersebut seolah-olah MK anti konsep demokrasi (rakyat tertinggi) dan mengedepankan konsep juristokrasi (hakim tertinggi). Bahkan juga menjadi boomerang bagi MK ketika KPUD Kota Waringin Barat enggan melaksanakan putusan tersebut. Pasca pengabaian tersebut, banyak pihak yang mulai “berniat buruk” untuk mengabaikan putusan lembaga penjaga nilai-nilai konstitusional tersebut (the guardian of constitution).

Kekuatan putusan MK menjadi salah satu poin yang terus dibicarakan oleh pelbagai pihak. Bagaimana kekuatan putusan MK? Apakah memiliki daya ikat yang harus dilaksanakan oleh pihak-pihak atau hanya perlu kesadaran moral untuk menerapkannya?   
     
Kekuatan Putusan MK

Lepas dari kekhilafan putusan MK. Harus dirunut kembali bahwa MK menjadi lembaga negara terdepan dalam membangun demokrasi, pemberantasan korupsi, dan upaya penyelamatan hak-hak konstitusional rakyat. Banyak visi kerakyatan yang ditegakkan MK untuk dapat dipenuhi oleh para penyelenggara negara. Dan harus diakui, banyak putusan MK diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa.

Sayang, putusan-putusan MK tersebut secara konstitusional memiliki daya ikat yang “bimbang”. Ketentuan Pasal 24C UUD 1945 dan Pasal 10 UU MK tidak menyebutkan putusan MK berlaku mengikat. Eksplisit disebutkan bahwa putusan MK hanya bersifat “final”. Artinya, putusan MK menutup terdapatnya upaya lain. Namun tidak dapat dimaknai serta merta (mutatis mutandis) memiliki daya eksekusi. Oleh karenanya, menjadi wajar, jika dikemudian hari banyak pihak-pihak yang bersengketa mengabaikan putusan MK dikarenakan merugikan kepentingan pihak tertentu. MK saat ini hanya berharap secara moral agar pihak-pihak mendewasakan diri untuk menerima dan melaksanakan putusan MK.

Ada harapan daya ikat putusan MK dibenahi melalui revisi undang-undang di DPR. Namun sulitnya DPR sendiri merupakan lembaga yang sering kali mempertanyakan putusan MK. Sehingga revisi UU MK perlu diawasi dengan maksimal, sebab semakin baik tatanan MK ke depan maka ada harapan besar pelaksanaan hak-hak konstitusional warga negara dan  penyelenggaraan sistem ketatanegaraan akan lebih baik di masa depan.

Masa depan MK

Terdapat 3 (tiga) poin penting lainnya yang diperlukan untuk pembenahan MK di masa depan. Pertama, dalam revisi UU MK perlu dicantumkan ketentuan pengawasan hakim konstitusi secara eksternal (baca: oleh KY). Hal itu penting untuk menjaga agar kekhilafan manusia (baca: hakim konstitusi) tidak mudah terjadi.

Kedua, poin penting lain adalah perlindungan kewibawaan hakim. Seringkali hakim konstitusi lepas kendali ikut serta membicarakan hal-hal yang merusak kewibawaannya. Untuk itu, ide mengaktifkan “juru bicara” MK menjadi penting dalam hal melindungi citra hakim konstitusi. Konsep yang baik dalam penerapan juru bicara telah diperlihatkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). MK perlu menjauhkan hakim-hakim konstitusi dari sorotan publik, apalagi terkait dengan perdebatan perkara.

Poin ketiga yang perlu juga menjadi perhatian dalam revisi UU MK adalah proses pemilihan hakim. Sejauh ini, hanya proses di DPR yang dapat diakses oleh masyarakat. Pemilihan hakim konstitusi di Mahkamah Agung (MA) dan Presiden seringkali menjadi misteri tersendiri. Oleh karenanya, UU MK yang baru mestinya mengatur pula mengenai proses pemilihan hakim konstitusi di tiga institusi (Presiden, DPR, dan MA) secara tegas, jelas, dan transparan.

Semoga pembenahan MK untuk menjadi lebih baik wujud melalui revisi UU MK. Harus diakui bahwa sejauh ini MK adalah lembaga negara yang membanggakan. Akan tetapi pembenahan sistem penting. MK tidak dapat selamanya hanya bergantung kepada figur-figur hakim konstitusi dan sekretaris jenderal yang mumpuni an-sich. Harapannya, 7 (tujuh) tahun usia MK dapat menjadi lonjatan besar dalam memperbaiki diri menuju fitrah konstitusionalnya, yaitu sebagai pelindung UUD 1945. Selamat ulang tahun MK! 
READ MORE - “FITRAH” KONSTITUSIONAL MK?

Mencari Solusi ‘Krisis’ Berbahasa Indonesia

Oleh:Eko Kurniawan
Pimpinan Umum Pers Mahasiswa Gema Justicia Fakultas Hukum Universitas Andalas

Tidak hanya bidang ekonomi saja bangsa Indonesia pernah mengalami krisis . Dengan sebutan krisis moneter, bangsa kita jadi terpuruk dan  penganguran semakin banyak peminatnya. Tetapi krisis  juga  terjadi di bidang-bidang lainnya. Mengapa dengan bidang lain?Tentu ada kaitannya dengan krisis moneter. Contoh di bidang berbahasa dan sastra. Krisis bidang ekonomi mengakibatkan lesunya pasar untuk melakukan kegiatan  transaksi jual beli. Di bidang sastra juga mengakibatkan berpindahnya rasa kebahasaan orang atau beralihnya melakukan  berbahasa sesuai dengan perkembangan zaman.
Apakah dengan semakinnya berkembangnya zaman akan membuat kita lupa dengan bahasa Ibu sendiri?Tentu berbagai jawaban akan melahirkan sikap pro dan kontra. Bahasa Ibu kita, bahasa Indonesia lahir dari nenek moyang yang diwarisi untuk generasi penerus  sampai saat ini. Tapi, sampai saat sekarang rasa berbahasa Indonesia kita sudah mulai dilindas oleh kepentingan politik bahkan budaya barat selangkah demi selangkah sudah terasa bahasanya di tengah sendi kehidupan masyarakat .

Salahkan masyarakat kita berbahasa asing terutama sekali dengan bahasa internasional seperti bahasa Inggris, Mandarin, Arab, Jerman, Jepang dan lain-lain? Di sisi lain kita dituntut jadi manusia global, bisa mengusai perdagangan internasional. Maka dengan mempelajari dan memakai berbahasa asing, Ibu Pertiwi tidak dianggap ‘’kuper’’ (kurang pergaulan) di mata PBB. Di satu sisi, kita harus wajib (bukan artian paksaan) berbahasa Indonesia sesuai dengan kaedah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Apalagi adanya lahir UU Berbahasa.

UU bahasa dan HAM

UU Berbahasa, latar belakang  lahirnya memiliki tujuan ingin menyelamatkan makna dibalik Sumpah Pemuda  28 Oktober tahun 1928 tersebut . Sumpah Pemuda memiliki sejarah panjang untuk mencapai namanya tujuan bersama sesama anak bangsa satu nasib,satu keinginan meraih kemerdekaan . Berbahasa satu, bahasa Indonesia, , bertanah air satu, Tanah Air Indonesia serta .Pentingnya  mengamalkan isi dari Sumpah Pemuda menjadi landasan agar kelak adanya UU ini menjadi konstitusi yang sah berbahasa Indonesia tanpa paksaan.
Sejak 9 Juli 2009 keberadaan dan penggunaan bahasa Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang ”Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan”. Undang-undang ini, yang antara lain berdasarkan niat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara, menjaga kehormatan dan menunjukkan kedaulatan bangsa dan negara, serta menciptakan ketertiban, kepastian, dan standardisasi penggunaan bahasa.

 Dengan demikian, bahasa Indonesia ”wajib” digunakan dalam pidato resmi para pejabat negara, ”wajib” digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan nasional, ”wajib” digunakan dalam pelayanan administrasi, ”wajib” digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta, dan ”wajib” digunakan dalam informasi tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia.

Bahasa Indonesia juga ”wajib” digunakan untuk penunjuk jalan, fasilitas umum dan rambu umum, serta ”wajib” digunakan dalam informasi yang disampaikan melalui media massa. Pemerintah pun ”wajib” mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia.

Ibarat kata pepatah, sambil menyelam minum air, maka UU 24 Tahun 2009 lebih mempertegas arti penting kedudukan bendera, bahasa, lagu dan lambang Negara menjadi sebuah pristise, agar kelak jangan sampai ada klaim dari negara tetangga tentang hal tersebut.

Manusia sebagai  makhluk ciptaan Tuhan, telah diberi akal pikiran mengenal segala apa saja di planet bumi. Manusia juga memiliki Hak Azasi Manusia (HAM). Mulai dari lahir sampai ke lubang lahat, HAM terus ada di pundak masing-masing orang. Lantas, hubungan berbahasa dengan HAM sangat erat sekali. HAM akan menjadi senjata ampuh bagi mereka yang jadi korban baik dari seseorang, maupun kelompok untuk membela harga dirinya. HAM dalam berbahasa berarti bersikap bisa menerima bahasa orang  sesuai dengan asal daerahnya atau kampung halamannya.

Maksudnya, agar hubungan kita sesama warga Negara Indonesia dapat terjalin rukun dan damai, maka hargai segala budaya, adat, bahasa dan apa saja menjadi identitas dirinya ketika dalam pergaulan. Apalagi dari Sabang sampai Merauke, banyak sekali ditemui bermacam-macam jenis bahasa daerah. Ada lebih kurang 3.000 bahasa daerah di nusantara . Bahkan ada bahasa daerah yang hampir punah, karena semakin berkurangnya jumlah penduduknya. Bahasa daerah dapat memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Jadi, diharapkan para pejabat, kaum intelektual, kaum ekspariat, warga keturunan dan lainnya, mulailah menyadari makna tersirat dalam Sumpah Pemuda.

Penghargaan untuk bahasa daerah

Selama bulan Oktober ini, banyak sekali jenis penghargaan akan diberikan kepada pelaku sastra baik yang spesialis lisan maupun tulisan. Karena pada bulan ke-10 dalam kalender Masehi ini, merupakan bulan bahasa. Arti umumnya bulan lebih focus untuk berbahasa Indonesia dengan baik.Tapi bahasa daerah mau dikemanakan. Lagi-lagi kita hanya sebatas bahasa Indonesia. Namun sayang, perhatian pemerintah terhadap bahasa daerah hanya masih sebatas formalitas belaka. Seharusnya bisa memberikan ruang dan gerak bagi peneliti bahasa daerah lebih intensif melihat perkembangan bahasa daerah dengan bahasa Indonesia.
Penulis, hanya bisa melihat hal dapat jadi referensi dalam memajukan bahasa dan sastra  adalah dengan adanya penghargaan Sastra Rancage. Sejak tahun 1989, telah berbuat untuk memajukan sastra-sastra di daerah. Baik di Jawa, Bali maupun bisa seluruh pelosok Ibu Pertiwi.Tentu lebih menarik lagi, penghargaan tersebut menjadi tolak ukur sejauh mana perkembangan bahasa daerah di tengah ancaman globalisasi. Perlu waktu lebih menyakinkan masyarakat, bahwa bahasa daerah bukan tak bisa gaul dalam bertuturnya.
Islam, agama Indah dalam berbahasa

Kita mungkin lupa,kapan ya kita sudah mulai hafal nama-nama huruf dari A sampai Z atau huruf hijaiyah dari alif sampai ya. Sebagian kita mungkin binggung menjawabnya. Tanpa kita sadari, huruf itu mudah saja diingat bahkan dibaca, diucapkan serta dituliskan . Ali Abi Thalib salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW mengatakan ‘’ ikatlah ilmu itu dengan tulisan’’, maka apa saja pengetahuan kita peroleh secepat mungkin dituliskan kembali . Pesan dari Ali tadi menyuruh umat Islam jangan hanya pintar bicara saja, tetapi juga mampu menulis.

Sungguh, bangsa kita sendiri yang mayoritas beragama Islam,  tak mampu jadi teladan dalam berbahasa yang baik dan benar. Buktinya  sebagian besar kita lebih senang membaca Koran daripada baca kitab suci Alquran. Bukan berarti membaca Koran tak boleh, tapi seimbangkan antara dunia maupun akhirat. Orang yang suka berkata-kata kotor  sebagian besar perbuatan kaum muslimin. Padahal bahasa dan tulisan kitab suci indah sekali bahasanya. Tak ternilai dengan jenis penghargaan apapun juga. Nobel yang jadi ‘’dewa’’ di mata kaum jenius tak bisa jadi tolak ukur dengan Alquran. Seandainya umat Islam mampu membaca, menulis Alquran, maka komunikasi  antarumat beragama jadi mudah memahami dalam Bhineka Tunggal Ika. Peristiwa kekerasan, pertingkaian dan tindakan main hakim sendiri niscaya tak akan pernah terjadi  dengan mengamalkan komunikasi Alquran.

Penulis, bukan menuduh umat muslim malas membaca Alquran, tetapi membandingkan apa yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya saja, kita lebih senang mendengar orang bernanyi di radio daripada mendengar orang membaca Alquran . Dalam  setiap lomba MTQ, dapat kita lihat jumlah pesertanya tak sebanding dengan jumlah panitia lomba. Coba kalau ada lomba nyanyi dan musik, semua orang berduyun-duyun ingin  jadi peserta serta melihat bahkan ikut bersama-sama bernyanyi.

Nah, itu saja kita dapat menilai bahwa kemampuan berbahasa baik lisan maupun tulisan secara umum rakyat Indonesia sudah dikategorikan sudah mulai menurun kuantitasnya. Jumlah penulis kita satu  berbanding empat dengan jumlah pintar bicara. Masyarakat kita cenderung suka bicara (lisan) seperti bernyanyi, berpidato dan lain-lain. Di negeri ini orang lebih mengenal para tokoh yang hebat bicara, sedangkan kelompok penulis, bisa dikatakan masih dipandang sebelah mata. Selamat bulan bahasa, selamat membaca dan menulis.

 

READ MORE - Mencari Solusi ‘Krisis’ Berbahasa Indonesia

Perubahan Sistem Harus Punya Sistem Pendukung Yang Baik

Universitas Andalas menuju world class university. Itulah slogan yang selalu menghiasi jalan jalan di lingkungan kampus universitas andalas, slogan yang sepertinya sudah melekat indah di pikiran mahasiswa, pimpinan universitas dan seluruh akademika universitas andalas. Visi yang sangat luar biasa dan merupakan cita cita setiap kampus yang ada dmanapun di  belahan bumi ini. Dan ini merupakan sebuah pemicu untuk semua civitas akademika untuk mewujudkannya.

Perubahan demi perubahan terus dilakukan, disetiap kesempatan selalu di isi dengan orasi orasi yang tema nya Unand Menuju world class University, perbaikan perbaikan infrastruktur selalu dilakukan untuk mewujudkan cita cita besar ini. MOU dan segala macam kerjasama terus dibangun, gedung gedung baru bermunculan, Asrama Unand, lapangan futsal berstandar, perbaikan perbaikan gedung dsb terus dilakukann termasuk meng online sistem registrasi di Universitas Andalas ini. perubahan sistem pendaftaran ulang  yang semula melalui sistem manual sekarang berubah menjadi sistem online.  Nilai nilai perkuliahan semua harus diinputkan kedalam portal akademik, registrasi tidak lagi lewat jalur BAAK yang notabene dilakukan secara manual, sekarang dikonversikan kedalam sistem yang terkomputerisasi.

Itulah sekelumit perubahan dan perbaikan yang dilakukan Universitas Andalas yang terlihat dilakukan, namun dibalik semua itu tersimpan sekelumit  permasalahan yang terlihat jelas merugikan mahasiswa unand itu sendiri, diantaranya yang lagi maraknya sekarang adalah kualitas sistem Registrasi dan Pendaftaran Ulang secara online yang berdampak kepada dijatuhkannya sangsi berhenti studi sementara atau yang biasa disingkat dengan BSS selama enam bulan kedepan kepada sekitar seratusan mahasiswa universitas andalas.

Hal ini disebabkan karena tidak tepat waktunya mahasiswa bersangkutan dalam mendaftarkan diri secara online. Alhasil, ketika sistem ditutup maka mahasiswa yang belum terdaftar mau tidak mau harus berhenti studi sementara selama enam bulan kedepan.

Ketika kita melihat dan membaca jika alasan mahasiswa tidak tepat waktu dalam mendaftar secara online, tentu saja kita menilai alasan yang dilontarkan mahasiswa tidak masuk akal dan wajar mendapat sangsi, namun dalam hal ini, yang harus dikritisi adalah sistem penunjang dari perubahan sistem ini. Dalam artian, jika ada perubahan besar yang terjadi, mau tidak mau harus di topang dan didukung oleh sistem yang sifatnya teknis dan besar juga. Kita bisa contohkan dengan pergantian sistem dari manual ke online ini. Mahasiswa yang selama ini terlena dengan sistem yang sifatnya manual dimana ketika mendaftar tidak perlu membuka portal, tidak perlu ke warnet untuk mendaftar dan sekarang diharuskan untuk mendaftar dan mengeluarkan biaya tambahan untuk itu, namun hal ini  masih dalam tahap wajar, namun ketika sistem portal mengalami gangguan dan mahasiswa diharuskan untuk mengulang di esok hari, bisa dibayangkan ribetnya sistem seperti ini dan berapa biaya tambahan yang dikeluarkan mahasiswa untuk ke warnet karena sistem yang belum stabil ini.

Kekacauan ini tidak hanya sampai disini,menurut data yang dihimpun dari laporan mahasiswa, portal untuk registrasi ulang ini tidak bisa dibuka di beberapa kabupaten dan hal ini juga diamini oleh salah satu dekan di lingkungan universitas andalas akan laporan ini.

Hal berikut yang bisa dikritisi adalah sosialisasi dari perubahan yang dirasa kurang, seperti yang telah disampaikan tadi, perubahan besar harus di topang dan didukung dengan sistem pendukung yang besar juga, termasuk salah satu dari sistem penopang itu adalah sosialisasi perubahan. Dimana sosialisasi adalah hal yang mutlak, dan sosialisasi membutuhkan waktu yang panjang supaya bisa berjalan dengan baik dan butuh usaha yang besar pula, tidak cukup dengan baliho saja yang terletak di depan rektorat dan tidak terbaca ketika kita melewatinya. Dan difakultaspun informasi hanya selembar kertas fotocopian yang di tempel di jurusan. Sosialisasi semacam ini tidak maksimal adanya. Contoh sederhana solusi untuk hal ini adalah mengumpulkan komisaris tingkat dan memberikan presentasi terhadap perubahan ini, dan hal ini dinilai cukup bagus dan maksimal.

Contoh berikut karena kurangnya sosialisasi adalah pergantian sistem pembayaran uang SPP atau uang semesteran. Sistem lama , mahasiswa cukup mengisi saldo tabungannya di salah satu Bank yang punya kerjasama dengan unand dan secara otomatis Uang SPP akan terpotong, tetapi sekarang sudah berbeda, mahasiswa diharuskan melakukan pembayaran dengan menginputkan berbagai data bisa melalui ATM atau Via karyawan Bank.hal ini sebenarnya tidak rumit, tetapi lagi lagi informasi pergantian ini yang dinilai tidak maksimal dan diumumkan diwaktu dekat dekat libur semester.

Mahasiswa yang tidak dapat informasi pergantian  tentang ini tentu tenang tenang saja karena mengira sudah terpotong sendiri dan alangkah terkejutnya ketika mereka tiba tiba tidak terdaftar dan yang lebih parahnya lagi, mahasiswa yang seharusnya bisa wisuda semester ini, mesti ditunda di semester depan.
Kita tidak menentang adanya sebuah perubahan, perubahan kearah yang lebih baik adalah tanggung jawab semua elemen, namun yang harus diingat adalah sebuah perubahan butuh adaptasi dan perbaikan secara terus menerus. Sebuah perubahan butuh sistem pendukung yang besar dan sebuah perubahan butuh saran, ide dan masukan yang sifatnya membangun. Dan hari ini ada sekitar seratusan mahasiswa unand yang sudah siap menyelesaikan studinya namun harus menunda 6 bulan lagi karena dampak dari perubahan sistem. Ketika peraturan baku sudah tidak bisa di ganggu, kebijakan pimpinanlah yang berperan.  Win win solution sudah nyata adanya, yaitu kembali memberikan hak berkuliah dan terdaftar bagi mahasiswa yang terkena dampak perubahan ini, dan kejadian ini merupakan sebuah pelajaran berharga buat kita (Civitas Akademika UNAND) untuk bisa memperbaiki diri mewujudkan Unand World Class University. Mari jadikan kejadian ini sebagai sesuatu hal yang tidak diulangi lagi dan pelajaran berharga untuk sebuah perubahan.
READ MORE - Perubahan Sistem Harus Punya Sistem Pendukung Yang Baik

BEM Fakultas Hukum Unand Adukan Kandidat ke Panwas

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Andalas mengadukan dugaan pelanggaran kampanye Pilkada kepada Panwas Kota Padang, Selasa (21/10).

Pengaduan itu terkait acara yang digelar BEM Unand tentang bedah visi dan misi lima pasangan wali kota Padang di Gedung PKM Limau Manis, 15 Oktober lalu. Dalam acara itu kelima pasangan calon memaparkan visi, misi dan program kerja.

"Kegiatan itu adalah suatu bentuk kampanye karena dalam UU Nomor 32/2004 pasal 1 ayat 23 dikatakan kegiatan dalam rangka meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi dan program kerja pasangan calon adalah salah satu bentuk kampanye," kata Donal farid, Ketua BEM FH Unand.

Selain itu, lanjut Farid, kandidat juga melanggar pasal 78 huruf I UU Nomor 32/2004 yang menyatakan kampanye dilarang di tempat ibadah dan lembaga pendidikan.

"Karena itu kita meminta Panwas menindaklanjuti laporan ini," kata Farid.

Sementara Ketua Panwas Pilkada Padang Maulid Hariri Gani mengatakan pihaknya akan mengkaji laporan tersebut apakah termasuk dalam kasus pidana, administrasi atau sengketa.

"Kasus ini akan diproses maksimal 7 hari sejak dilaporkan dan Panwas akan membahasnya dalam rapat pleno," kata Maulid.

Sebelumnya telah diberitakan, BEM Unand yang dipimpin Donal Farid berupaya menghentikan acara bedah visi dan misi saat Yul Akhyari Sastra, calon wakil wali kota Padang sedang memaparkan program kerja.

Namun upaya Farid gagal setelah panitia acara dan aparat keamanan kampus turun tangan dan meminta para mahasiswa dari fakultas Hukum itu keluar ruangan. (april/o)

Sumber : PadangKini.com
READ MORE - BEM Fakultas Hukum Unand Adukan Kandidat ke Panwas

 
 
 

Mentawai Relief

Pusat Informasi Palestina

BBCIndonesia.com