Peranan Penting Arsip Dalam Menggapai Kejayaan Satu Abad Indonesia Merdeka

Senin, 25 Oktober 2010


 oleh: Eko Kurniawan
Bangsa yang besar, bangsa yang meghargai jasa pahlawannya. Kenapa demikian? Karena sudah 65 tahun Indonesia merdeka, jasa pahlawan khususnya keluarganya sudah jadi perhatian pemerintah. Setidaknya jasanya dihargai negara. Bagi penulis, pahlawan arsip bangsa ada di semua manusia berstatus warga negara Indonesia (WNI). Kaum miskin bisa juga disebut pahlawan arsip. Kaum kaya juga disebut pahlawan arsip. Alasannya, pertama manusia  sebagai subyek  hukum, jelas akan selalu berhubungan dengan namanya dokumen, menyimpan hal benda bernilai budaya dan sejarah. Justru itulah pemikiran mendasar arsip harus kembali jadi kebanggaan dan kejayaan bangsa. Kedua, arsip akan selalu dipakai selama roda kehidupan berlangsung. Album kehidupan bangsa adalah bingkai yang akan jadi bahan kearsipan.
Bangsa kita, tentu tak akan pernah lupa akan peristiwa 17 Agustus 1945, 65 tahun silam. Banyak saksi hidup bisa kita tanya bagaimana peranannya ketika merebut kemerdekaan. Sungguh, perjuangan merebut kemerdekaan tak akan lepas dari rentetan berbagai kejadian heroik. Mulai dari perjanjian, diplomasi, penangkapan para pemimpin, dan berbagai rintangan dengan perang fisik. Potret masa lampau penuh bernilai sejarah, sekarang tinggal sebuah rekaman, kenangan lewat kertas, foto dan film. Anak cucu kita hanya bisa melihat kehebatan pahlawan bangsa lewat buku sejarah. Kadang guru sejarah hanya teori catat buku sampai habis. Sungguh, pelajaran membosankan, tanpa metode lebih cerdas dicerna siswa bangku SD, SLTP Maupun SLTA.
Di museum, siswa bisa lebih leluasa mencari indentitas bangsa sebagai tali penghubung sejarah masa lalu. Kadang, keasyikan melihat benda-benda penuh keunikan, siswa telah berijiminasi membawa ingatan ke zaman kerajaan, proklamasi, orde lama, orde baru bahkan zaman reformasi saat kini. Nostalgia masa lampau, perlu menjadi renungan demi menapaki tantangan ke depan penuh persaingan merebut pasar ekonomi. Lagi-lagi tantangan bangsa ini, nilai sejarah itu harus dilakukan dengan sistem ‘’ jual-beli’’.
Maksudnya adalah ketika bangsa Belanda menjajah bangsa kita, tentu segala bentuk warisan, peninggalan nenek moyang dibawa ke negeri asalnya. Ini fakta menjawab. Saat ini aneka jenis bentuk peninggalan baik berbentuk benda,surat, arsip-arsip, buku-buku, apalagi tergolong benda cagar budaya (BCB) tersimpan rapi di beberapa lokasi di perguruan tinggi di negeri ‘’Kincir Angin’’. Sungguh, kita hanya bisa membaca sejarah bangsa sendiri dari para sejarahwan dan peneliti berkebangsaan Belanda.
Apa yang terjadi hari ini, kita harus menyesal sambil bermain drama air mata buaya dihadapan bangsa yang sudah 350 tahun menjajah bumi pertiwi hanya untuk mengambil dokumen sejarah. Begitu susahnya kita merebut kemerdekaan hakiki, tapi saat ini dijajah lagi lewat arsip. Orang Belanda kadang ogah memberikan literatur sejarah bangsa Indonesia apalagi untuk ilmu pengetahuan. Landasan mereka cukup sederhana, dengan menguasai segenap dokumen sejarah Indonesia, maka dapat kembali menjajah untuk kedua kalinya. Penulis berkeyakinan demikian, karena gaya penjajah zaman sekarang bukan lagi soal perebutan wilayah, namun berimbas dengan pendidikan.  T ermasuk ingin menguasai segala dokumen, arsip, film-film, surat-surat berharga, BCB, dan segala hal berkaitan dengan sejarah bangsa Indonesia. Hanya saja kita antara sadar atau tidak sadar, tak mau tahu dengan urusan sejarah bangsa sendiri dicaplok oleh bangsa yang pernah menjajah kita.
Menunggu kejayaan arsip bangsa
Memang aturan tentang arsip sudah ada, tapi penting tak pentingnya belum kebutuhan pokok rakyat Indonesia secara umum. Hanya dikalangan tertentu, pentingnya arsip jadi hal pokok dipenuhi. Kampanye arsip dengan sasaran masyarakat desa dan kota memiliki keunikan tersendiri. Unik ketika ada masyarakat sukarela menyerahkan arsip berkaitan sejarah bangsa kepada pihak Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Kuncinya adalah kesadaran. Kalau masyarakat menganggap arsip barang penting, tentu mereka harus rela menyerahkan kepada pemerintah secara cuma-cuma. Mulia sekali. Tak perlu ANRI susah payah membujuk iming-iming materi. Kalau terhadap bangsa lain, tentu iming-iming materi lain lagi soalnya. Tengok saja beberapa kasus, banyak orang ogah menyerahkan sebelum menerima imbalan.
Lihat cara Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah membentuk Tim Akuisisi untuk berburu arsip. Mereka  hanya sanggup memberikan imbalan Rp 300.000 bagi masyarakat yang bersedia menyerahkan arsip maupun back up dari arsip bersejarah . Termasuk bagaimana dinas ini menerima seri foto DIY pada masa pemerintahan Republik Indonesia  tahun 1949 oleh seorang warga Belanda , Inneke Bergema. (Kompas, Sabtu 6 Maret 2010).
Langkah cepat dan tepat cara Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY patut ditiru lembaga lainnya. Tanpa adanya pemberian imbalan, mustahil Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY mengelola sekitar 25.000 arsip bersejarah. Sebanyak 10.000 di antaranya sudah dialihmediakan untuk pelestarian. Sayang, sungguh penulis prihatin melihat kondisi koleksi arsip khususnya di DIY. Pengujung bisa dihitung dengan jari jumlahnya yang mengakses arsip. Di Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Padang, misalnya rata-rata pengunjung berjumlah 5-10 orang tiap hari.
Sebagian orang menilai kuantitas tak penting menentukan ukuran sukses atau tidaknya. Tapi, kalau jumlah pengunjung ke tempat ilmu pengetahuan (pustaka dan arsip) sedikit, menjadi tanda tanya. Mental dan kemauan masyarakat terhadap buku bacaan, arsip dan bahan-bahan ilmu pengetahuan bernilai nol sesuai dengan kata pepatah tong kosong nyaring bunyinya. Penyebabnya bisa kendala waktu, kemauan, sifat malas masih disimpan dan lainnya. Cita-cita untuk menggapai kejayaan bangsa satu abad merdeka lewat arsip perlu kerja keras diraih.
Meraihnya adalah dengan membentuk jenis komunitas peduli dan cinta arsip baik di tingkat pendidikan, masyarakat, birokrasi pemerintahan serta dimulai dari kader pemantau dan penyelamat arsip.Langkah-langkah itu perlu direncanakan secara matang. Mulai dari tingat pusat, propinsi, kota / kabupaten sampai level lurah / desa.Proses  ke sana tentu memiliki hambatan pendanaan, kemampuan dan teknis pelaksanaan.Perubahan birokrasi tentu landasan awal menuju hasil lebih baik.
Pemerintah telah mengeluarkan undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Kearsipan. Dalam UU Nomor 7 tahun 1971 disebutkan arsip adalah naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Lembaga-lembaga Negara dan badan –badan pemerintahan dalam bentuk corak apapun baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok: dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan. Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Badan-badan swasta dan / atau perorangan, dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan.
Dalam portal Kantor Arsip Daerah Provinsi DIY, dijelaskan bahwa beberapa alasan kenapa arsip penting, karena kondisi masyarakat menuntut bukti yang bersifat legal-formal, administrasi pemerintahan memerlukan jaringan informasi, arsip sebagai marwah dan prestasi kerja daerah, serta  layanan informasi.
Maksud dari masyarakat menuntut bukti bersifat legal adalah kepekaan masyarakat mencari suatu produk hukum. Azas legalitas di kehidupan masyarakat sudah mulai tumbuh berkembang, Wujud kesadaran bisa berupa keinginan memiliki sertifikat, akta kelahiran, kartu keluarga, KTP dan hal lain menyangkut indentitas warga negara. Kesadaran hukum masyarakat akan pentingnya surat-surat penting terus meningkat hendaknya.
Di administrasi pemerintah juga diperlukan jaringan dengan produk arsip. Arsip di kantor pemerintahan berupa SK, rahasia gaji PNS, sertifikat, memorandum  dan sebagainya,. Suatu saat pasti akan berguna tumpukan dokumen negara yang disimpan dalam gudang ketika ada pemeriksaan baik dari atasan bahkan bisa pihak berwenang seperti polisi, jaksa, hakim dan intelijen negara. Misal ada pemeriksaan keuangan, maka tumpukan arsip  tentang keuangan menjadi bukti dipertanggungjawabkan. Jika hilang buktinya, maka bisa berlanjut ke pihak berwajib. Jangan sampai terjadi di dalam urusan kearsipan, terutama di bagian hubungan kemasyarakatan.
Arsip sebagai marwah dan prestasi daerah merupakan gambaran potret segala penghargaan diterima pemerintah dalam hal tertentu. Misalnya, ada daerah memiliki prestasi di bidang lingkungan, sosial, hukum, ekonomi dan lainnya. Sertifikat dari pemrintah pusat akan jadi bukti bahwa pemimpin daerah tersebut mampu dan berhasil memimpin propinsi, kabupaten atau kota. Rasa bangga rakyatnya akan membuat pemimpin mendapat tempat di hatinya.
Era globalisasi semakin memberi peluang teknologi  jadi alat informasi mudah diakses siapa saja. Baik kalangan mahasiswa, pelajar, PNS, swasta, Ibu rumah tangga dan elemen masyarakat lainnya. Arsip zaman digital sangat mendesak dibutuhkan publik. Apalagi sudah adanya warung internet (warnet). Hitungan detik mudah diakses kapan pun dan di mana pun. Keterbukaan informasi akan member i nilai positif kemajuan pembangunan bangsa. Lewat arsip kita bisa melihat cerita sukses pemimpin negara, propinsi, kota/ kabupaten, kecamatan, lurah / desa, dusun,  dan RT, RW masa lampau.
Sanksi dan denda
Ketika masyarakat sudah tahu arti penting arsip. Maka langkah untuk lebih memberikan efek jera bagi yang tak menghargai arsip, bisa ditempuh lewat denda atau sanksi. Sanksi atau denda itu hak pemerintah daerah. Apalagi sekarang sudah zaman otonomi daerah. Kalau wilayah hukumnya propinsi, kabupaten / kota, maka peraturan daerah (perda) perlindungan arsip pantas dikedepankan isunya.
Arsip dan pergerakan mahasiswa
Dalam artikel di koran  Republika, Sabtu 16 Januari 2010, penulis artikel seorang PNS ANRI  bernama Ina Mirawati  menulis seputar peristiwa Malari. Disitu disinggung kaitannya dengan perpektif arsip. Buktinya ada laporan, tulisan, mengenai Malari masih disimpan di ANRI. Sebagai mahasiswa, tentu menarik sekali dilihat jejak rekam Malari. Mulai dari pernyataan Soeharto dan hasil wawancara dengan Mayjen Ali Moertopo .
Pernyataan Soeharto ketika upacara pengambilan sumpah ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung serta melantik menteri kehakiman dan menteri pendidikan dan kebudayaan pada 22 Januari 1974 di Istana Merdeka.Soeharto menilai, peristiwa tersebut disebabkan oleh penggunaan kebebasan yang tidak berhati-hati dalam demokrasi. Demokrasi menjadi tidak terkendali. Secara langsung atau tidak langsung demokrasi telah merangsang atau membuka peluang timbulnya kerusuhan-kerusuhan, seperti perusakan-perusakan dan pembakaran-pembakaran yang jelas merugikan rakyat. (Republika, Sabtu, 16 Januari 2010).
Kesimpulannya, bahwa diperlukan suatu bukti ontentik bahwa peristiwa Malari itu jelas fakta. Fakta yaitu dengan adanya pernyataan Soeharto dan wawancara dengan Mayjen Ali Moertopo. Pesan tersirat dapat kita ambil dengan adanya arsip peristiwa Malari. Pertama, adanya mahasiswa dalam peristiwa Malari. Apa peran mahasiswa, hasil usahanya atau tuntutan apa ketika itu. Bisa menjadi landasan pemikiran buat mahasiswa sekarang belajar  (mengambil baiknya, dan meninggalkan efek buruknya) dari masa silam, seperti Malari. Atau peristiwa lainnya berhubungan pergerakan mahasiswa di berbagai rezim orde lama, orde baru sampai reformasi. Kedua bukti bahwasanya orang dulu sudah memulai pergerakan, bersuara, unjuk rasa dan beraksi menyampaikan pendapat. Maksudnya menjadi kaledoskop buat mahasiswa mencatat peristiwa penting tak akan pernah dilupakan sepanjang zaman.
Kita masih bersyukur masih bisa membaca, melihat sejarah peristiwa Malari. Nasib tak baik justru dialami arsip Pemilu 1955. `Arsip itu telah menjadi gundukan mirip terumbu karang. Siapa melihatnya di ruang Badan Perpustakaan dan Arsip DIY ikut sedih menatapnya. Arsip Pemilu 1955 mengeras termakan zaman karena sempat terlupakan . Kita berharap jangan terulang lagi arsip pemilu bernasib sama dengan Pemilu 1955.
Mahasiswa intelek akan selalu mengisi harinya dengan hal bermanfaat. Aksi menyampaikan pendapat dengan unjuk rasa menghasilkan  pemikiran intelektual juga hendaknya. Arsip tentu akan merekam peristiwa aksi mahasiswa, dengan syarat biar sejarah akan menulisnya. Apakah unjuk rasa itu akan membawa perubahan bergantinya pemimpin atau lainnya. Arsip akan selalu mengikuti jejak peristiwa pergerakan mahasiswa. Contohnya sudah ada sinyal, dengan adanya perpektif arsip di Malari.
Jaya bangsaku, jaya arsipku. Mahasiswa belajar dari masa terdahulu. Namun, kadang sejarah berkehendak lainnya . Ada keberhasilan, kegagalan, bahkan pilu dengan jatuhnya korban. Semua tersimpan dalam laporan, tulisan, tersusun di arsip ANRI. Kita tunggu saja peristiwa penting pergerakan mahasiswa menjelang satu abad Indonesia merdeka (17Agustus 1945-17 Agustus 2045).

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 

Mentawai Relief

Pusat Informasi Palestina

BBCIndonesia.com